Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September 6, 2015

Catatan hari ini...

Ketika kita mengatakan 'berhentilah' pada masalah, maka seketika itu manusia seharusnya sudah mati, selama hidup manusia akan terus diikuti masalah, tapi saatnya tiba manusia akan menyadari hidup itu hambar ketika masalah tidak ada, kita tidak akan menghargai senyuman dan senyuman tidak akan berasa dalam tanpa melewati masalah. Sama halnya, ingin bilang 'udah cukup' sama hari-hari yang sulit kuterjemahkan sendiri tapi aku belajar menerima karena aku masih ingin hidup. Sulit sekali menjalani hari tanpa arahan, aku meraba dan menemukan sendiri solusi tapi ketika aku berjalan, solusi itu menjadi bencana.  

Travelling in Lampung Island

Bicara soal liburan emang ga ada habisnya, bosan dengan ibukota yang serba glamor ga jelas, kita beranjak ke pantai. Tepat tanggal 30 April 2015 malam, saya masih harus menyelesaikan billing dikantor sampai jam 7.30 pm, terpaksa buru-buru ijin pulang duluan. Sesuai dengan prediksi ini bakal macet panjang karena akan ada libur dan kejepit di weekend. Jadilah saya berpikir keras gimana menjangkau gambir dari daerah ciputat, kantor. Angkot ciputat emang banyak banget yah hampir mirip sama bogor tapi ngetemnya yaowoh dimana mana, sabar aja deh, WA temen saya pun masuk tulisannya warning, jangan masuk tol dalam kota, uhm ya good information. Sampailah akhirnya jam8 di terminal lebak bulus dan masuklah saya ke bis P20 kopaja yang katanya lewat gambir. Singkat cerita saya ngobrol dengan salah satu penumpang, "mba ini berapa lama ya nyampe gambir kira kira?", " cepet kok, kan masuk jalur busway trus tol dalam kota..". Apah? tol dalam kota, sgera saya jawab, kayanya saya

Every Hi has its Goodbye, Every Happiness has its Tears, It's called LIFE

Aku masih ingat pertama kali aku menapaki Ibukota, 2012. Aku menaruh banyak harapan dengan kota ini, aku bisa meninggalkan tekanan rumah dan memulai dengan diri sendiri. Awalnya aku tinggal bersama dengan saudaraku dan berimajinasi akan memiliki hubungan yang baik sama seperti saudara-saudara lainnya yang diperlakukan keluargaku dirumah kami. Layaknya berharap menjadi seorang anak dirumah itu, aku membayangkan memiliki tempat yang nyaman untuk mempersiapkan diri ujian-ujian kerja, minimal nyaman. Sesampai aku dirumah itu, itu adalah sebuah kios usaha air minum, bukan rumah, tinggal bersama bertiga dan menjaga kios sampai jam 12 malam dan bangun dipagi hari jam setangah 6 pagi, aku belum bisa menyesuaikannya, beberapa kali aku ditegur. Aku sangat menerima itu dan sadar kalau aku hanya menumpang. Aku harus berbelanja dan memasak setiap hari untuk 6 orang dan menerima beberapa kritikan atas masakan, katanya masakanku terlalu banyak, boros, ini terlalu royal dan menghabiskan uang mereka